SI PITUNG jagoan dari betawi


Pitung adalah salah satu pendekar orang asli Indonesia berasal dari daerah betawi yang berasal dari kampung Rawabelong Jakarta Barat. Pitung dididik oleh kedua orang tuanya berharap menjadi orang saleh taat agama. Ayahnya Bang Piun dan Ibunya Mpok Pinah menitipkan si Pitung untuk belajar mengaji dan mempelajari bahasa Arab kepada Haji Naipin.

Setelah dewasa si Pitung melakukan gerakan bersama teman-temannya karena ia tidak tega melihat rakyat-rakyat yang miskin. Untuk itu ia bergerilya untuk merampas dan merampok harta-harta masyarakat yang hasil rampasannya ini dibagikan kepada rakyat miskin yang memerlukannya.

Selain itu Pitung suka membela kebenaran dimana kalau bertemu dengan para perampas demi kepentingannya sendiri maka sama si Pitung akan dilawan dan dari semua lawannya Pitung selalu unggul.

Gerakan Pitung semakin meluar dan akhirnya kompeni Belanda yang saat itu memegang kekuasan di negeri Indonesia melakukan tindakan terhadap si Pitung. Pemimpin polisi Belanda mengerahkan pasukannya untuk menangkap si Pitung, namun berkali-kali serangan tersebut tidak menghasilkan apa-apa. Pitung selalu lolos dan tidak mudah untuk ditangkap oleh pasukan Belanda. Ditambah-tambah si Pitung mempunyai ilmu kebal terhadap senjata tajam dan sejata api.

Kompeni Belanda pun tidak kehilangan akal, pemimpin pasukan Belanda mencari guru si Pitung yaitu Haji Naipin. Disandera dan ditodongkan sejata ke arah Haji Naipin agar memberikan cara melemahkan kesaktian si Pitung, akhirnya Haji Naipin menyerah dan memberitahu kelemahan-kelemahan si Pitung.

Pada suatu saat, Belanda mengetahui keberadaan si Pitung dan langsung menyergap dan menyerang secara tiba-tiba. Pitung mengadakan perlawan, dan akhirnya si Pitung tewas karena kompeni Belanda sudah mengetahui kelemahan si Pitung dari gurunya Haji Naipin.

JOKO TINGKIR dari Lamongan

Joko Tingkir mempelajari ilmu sakti dari Ki Buyut Banyubiru. Ia mempelajari ilmu sakti tersebut karena ingin menebus pengampunan karena ia telah membunuh Dadungawuk sodara dari Sultan Demak.

Ki Buyut Banyubiru memberikan pelajaran-pelajaran ilmu saktinya di Gunung Lawu. Salah satunya adalah dengan merendam diri dalam sungai yang dingin, dengan tujuan dapat mengendalikan hawa nafsu.

Setelah beberapa bulan lamanya Joko Tingkir menimba ilmu, Ki Buyut Banyubiru sudah memperbolehkan agar Joko Tingkir untuk menemui Sultan Demak untuk meminta pengampunan atas yang pernah dilakukannya yaitu membunuh Dadungawuk.

Didalam perjalanannya menuju tempat Sultan Demak, Joko Tingkir banyak menghadapi binatang-binatang buas yang menghadangnya, salah satunya adalah menaklukan raja buaya dan gerombolannya.

Sesampai di desa Sultan Demak, kebetulan di desa tersebut sedang terjadinya banteng buas yang mengamuk dan memporak pondakan seisi desa, pada saat itu juga Joko Tingkir bertemu dengan Sultan Demak untuk meminta pengampunan dengan persyaratan harus dapat melawan banteng buas tersebut, Sultan Demak menyetujuinya. Akhirnya Joko Tingkir berhasil melawan banteng buas itu dengan sebuah pukulan ke kepala banteng, mental dan pecah akhirnya banteng tersebut tersungkur mati.

Prajurit didesa itu terkagum dengan aksinya Joko Tingkir yang telah menghadapi banteng buas dengan tegar dan mengalahkannya.

Sultan Demak mengampuni perbuatan Joko Tingkir tempo hari dan memaafkannya. Kemudian Joko Tingkir diangkat sebagai pempimpin laskar tamtama, dan akhirnya menjadi menantu dari Sultan Demak.

Simbol bagi masyarakat Jawa terbentuk dan hadir sebagai permainan wacana dan sarana pelatenan atas hal-hal yang bersifat wadak. Tetapi, di balik itu ia juga menyiratkan sebuah "kebenaran-esensial"

Dalam salah satu bagian Babad Tanah Jawi ada kisah tentang perjalanan karier Mas Karebet atau Sultan Hadiwijaya yang menggeser Demak dan mendirikan Kerajaan Pajang. Dalam salah satu bagian diceritakan pengembaraan Mas Karebet saat berlayar di Bengawan Solo, di mana ia tak perlu mendayung rakitnya karena sudah di dorong oleh empat puluh buaya (sinangga sekawan dasa bajul).
Dalam satu tafsir, empat puluh buaya itu dianggap menggambarkan Mas Karebet yang dikenal sebagai seorang playboy (Jw: thukmis) dengan banyak affair percintaan di sepanjang pengembaraannya. Sifat thukmis ini lebih gamblang terurai pada bagian selanjutnya. Saat menjadi perwira prajurit, ia diusir dari Kerajaan Demak karena membunuh seorang calon prajurit bernama dadhung awuk, tanpa senjata, tetapi hanya menggunakan sadhak kinang (selembar suruh yang dipakai untuk kinang yang digulung memanjang).
Kata dadhung awuk adalah simbolisasi seksual. Dadhung berarti tali dan awuk (bawuk) berarti alat kelamin perempuan. Simbol ini dapat ditafsirkan sebagai perempuan yang dipingit atau di-"ikat". Adapun sadhak kinang mengingatkan pada bentuk lingga yang mempresentasikan alat vital laki-laki. Dengan demikian simbol itu dapat dimaknai: Mas Karebet diusir dari Demak karena bercinta dengan salah seorang putri Sultan Trenggana, penguasa Demak.

Yang pengin tahu tentang Joko Tingkir atau Mas Karebet dapat baca Nogo Sosro dan Sabuk Inten Karya S.H Mintaredja.
***********
sebelumnya daku minta maaf bukan bermaksud mencela.......
setahu daku untuk point diatas kliatannya ada penyimpangan mas
dan daku hanya ingin meluruskan

joko tingkir berasal dari desa tingkir kotamadya salatiga dan bukan dari lamongan
sedangkan dadung awuk berasal dari pamingit dari daerah kab ungaran
dan karena dendam tersebut sampai sekarang warga kedua desa tidak boleh berbesanan atau menikah
coba confirm ke member yang berasal dari salatiga atau semarang pasti rata2 mengetahui hal ini

joko tingkir adalah nama lain dari mas karebet putra ki ageng kebo kenongo atau yang biasa dipanggil ki ageng pengging (kakak satu ayah lain ibu raden patah) yaitu keturunan majapahit terakhir yang di islamkan oleh syeh siti jenar,dan merupakan salah satu murid syeh siti jenar, karena perselisihan politik pada saat itu akhirnya setelah syeh siti jenar dihukum mati, ki kebo kenongo pun ditakutkan akan menjadi ancaman bagi demak bintoro mengingat kebo kenongo adalah murid syeh siti jenar dan juga memiliki basis masa yang kuat dipengging karena beliau dan raden patah sama2 ketrunan brawijaya terakhir dikawatirkan memberontak kesultanan demak,

maka sultan demak raden patah yang bernama lahir jin bun fatah mengutus sunan kudus untuk menghadapkan ki kebo kenongo ke demak dan diberi kuasa untuk menjatuhi hukuman mati bila menolak melihat gelagat yang kurang baik sunan kalijaga atau raden sahid atau brandal lokajaya atau wong agung menak menyusul sunan kudus ke pengging untuk mencegah dan merundingkan masalah dengan baik mengingat sultan dan kiageng pengging adalah saudara satu ayah namun terlambat karena perselisihan pendapat ki kebo kenongo pun mati ditangan sunan kudus, dan karena shock ibunda mas karebet atau joko tingkir mengalami pendarahan dan meninggal saat melahirkan mas karebet,sunan kali jogo sampai di pengging mendapati ki ageng pengging dan istrinya sudah meninggal dunia, lalu bayi yang sudah yatim piatu itu diambil oleh sunan kalijogo dan dititipkan pada sahabatnya yaitu ki ageng tingkir oleh karena dia anak angkat kiageng tingkir maka diapun bergelar joko tingkir,selama masa pengasuhan dia pun juga mendapatkan bimbingan dan ajaran dari ki ageng banyubiru dari desa banyubiru Kab semarang, dan sunan kalijogo.

saat dewasa diapun melamar untuk menjadi prajurit namun saat itu pendaftaran sudah ditutup karena dadung awuk yang merupakan lurah tamtomo melihat potensi dan bakat joko tingkir dia langsung mengetes sendiri joko tingkir, dan setelah ternyata dadung awuk kalah serta merta egonya muncul terjadilah perkelahian yang sebenarnya karena satu kecelakaan dalam perang tanding tersebut dadung awuk meninggal dunia, dan hal ini dilaporkan kepada sultan demak pada waktu itu yaitu sultan trenggono(adik kandung raden patah, raden patah tidak mempunyai anak laki2 sehingga pada saat meninggal jabatan digantikanoleh adiknya), melihat hal ini sultan terkagum kepada joko tingkir, dan langsung menunjuk joko tingkir menggantikan jabatan dadung awuk,lambat laun karena prestasi2 joko tingkir diapun naik jabatan hingga akhirnya diambil menantu oleh sultan trenggono, saat sultan wafat diapun menjadi sultan dan bergelar sultan hadi wijaya kemudian diapun memindahkan ibukota dari demak kepajang, saat beliau wafat digantikan oleh putranya yang bernama danang suta wijaya yang bergelar panembahan senopati dan memindahkan ibukota dari pajang ke mataram (kota gede DIY), yang hingga sekarang menurun kan raja2 jawa, mataram sendiri terpecah pada perjanjian gianti dan menjadi kasultanan di jogja dan kasunanan disolo.
jadi saya berani bilang 100% nyata dan bukan mitos.

untuk ario penangsang adipati jipang panolan masih tidak jauh dan sangat berkaitan dengan kisah ini dan akan daku kupas pada kesempatan yang lain

JAKA TARUB

Disuatu desa pedalaman di Indonesia, hidup seorang janda dan seorang anak yang bernama Jaka di dusun Tarub. Semasa kecilnya ia suka bermain dengan kebiasaanya yaitu menyumpit burung. Sampai dewasa pun sumpit nya selalu dibawa-bawa kemanapun.

Pada suatu hati Jaka Tarub sedang berjalan ditengah hutan dan melihat burung-burung dan Jaka Tarub menyumpitnya tapi tidak mengena. Burung-butung itu berterbangan dan dikejar oleh Jaka Tarub. Padahal hutan yang dilaluinya ini adalah hutan yang angker sekali. Dikesibukan mengejar burung, Jaka Tarub mendengar suara beberapa wanita yang sedang mandi di sebuah air terjun kecil. Jaka Tarub mengintai dan mengintip dari balik semak-semak belukar. Dan melihat ada sebuah selendang didekatnya dan diambilnya oleh Jaka Tarub.

Ternyata wanita-wanita yang sedang bermandikan itu adalah kumpulan bidadari yang turun dari kahyangan. Salah satu bidadari menyadai kalau Jaka Tarub mengintip mereka yang sedang mandi, akhirnya semua bidadari disitu panik dan terbang kembali ke kahyangan. Kecuali satu bidadari kebingungan mencari selendangnya yang di ambil oleh Jaka Tarub. Lalu si bidadari dan Jaka Tarub saling menyapa.

Bidadari ikut dengan Jaka Tarub ke desanya, lalu mereka berdua hidup bersama sampai mempunyai 1 anak. Selama hidupnya Jaka Tarub walau kerjanya hanya tidur-tidur saja tapi hasil pangannya melimpah karena keajaiban dari bidadari. Lumbung pada penuh, masakan cepat tersaji banyak.

Pada suatu saat Jaka Tarub tak sengaja melanggar janji yang diberikan oleh bidadarinya yaitu tidak boleh membuka hidangan sebelum matang betul. Akhirnya keajaiban sang bidadari hilang. Dan mereka kembali harus bekerjakeras setiap harinya.

Suatu hari si bidadari menemukan selendangnya yang disimpang oleh Jaka Tarub, akhirnya perpisahan pun terjadi, bidadari kembali pergi kekayangan meninggalkan Jaka Tarub beserta anaknya.

ARYA PENANGSANG
Pada saat kerjaan Pajang mencapai kejayaan di wilayah pesisir dan wilayah timur dengan masa pemerintahan Sultan Adiwijaya, semua rakyat dan para penguasa tunduk dan nurut kepadanya, hanya ada satu orang yang tidak mau tunduk yaitu Adipati Jipang yang bernama Arya Panangsang.

Sultan Adiwijaya bersikeras untuk menundukan Arya Panangsang, lalu mengumpulkan para penasehat raja-raja berunding untuk menundukan Arya Panangsang. Hasil rundingan diputuskan untuk diumumkan di masyarakat umum "Barang siapa yang dapat mengalahkan Arya Panangsang dari Jipang akan diberikan hadiah dan harta kekayaan". Namun strategi ini gagal dilakukan.

Strategi selanutnya adalah, dengan mengirim pesan kepada Arya Panangsang melalui tukang kebunnya yang diiris kupingnya. Arya Pangsang marah dan memutuskan untuk melawan Sulta Adiwijaya. Karena tidak sabaran maka Arya Panangsang pergi duluan, setibanya di sungai Bengawan ternyata sudah banyak pasukan Sultan Adiwijaya yang sudah lama menantinya. Dengan gigih Arya Panangsang dengan menggunakan tombak saktinya dapat merobohkan banyak pasukan.

Akan tetapi disela perperangan Arya Panangsang mendapatkan luka dibagian perutnya yang sobek sehingga ususnya sampai keluar, oleh Arya Panangsang ususnya di lilitkan di kerisnya dan melanjutkan peperangan tersebut. Betapa gigih dan pemberaninya Arya Panangsang.

Karena peperangan tersebut tidak seimbang karena banyaknya pasukan sedangkan Arya Panangsang hanya seorang diri, luncurlah sebuah tombak menancap di dadanya Arya Panangsang, dan sewaktu Arya Panangsang ingin membalas dengan kerisnya, ia lupa bahwa ususnya ia lilitkan dikeris, akhirnya keris dicabut dan ususnya Arya Panangsang terputus-putus yang mengakibatkan Arya Panangsang tewas.

SANGKURIANG

Sangkuriang lahir dari kehidupan para siluman yang berkehidupan bersama dengan manusia, pada waktu itu masa kejayaan Kerajaan Parahyangan dengan seorang raja Prabu Sungging Prabangkara.

Sangkuriang tumbuh di hutan belantara yang dibesarkan oleh Sang Petapa yang sudah tua, ia banyak belajar ilmu-ilmu kesaktian dan sering melakukan pertapaan. Beranjak dewasa Sangkuriang menjadi pemuda yang gagah perkasa, sakti mandraguna dan tampan.

Diawali dari sebuah kisah, ia sedang berkelana dan pada sebuah hutan ia menolong seorang wanita yang sedang terancam jiwanya oleh seekor badak besar yang ganas siap menerjang, dengan gerak cepat Sangkuriang menolong wanita itu dari marabahaya menggunakan kesaktiannya.

Tanpa disadari Sangkuriang terpesona terhadap wanita ini dan ternyata wanita tersebut adalah ibu kandungnya. Sangkuriang ingin meminang wanita itu, akan tetapi wanita tersebut berkeberatan karana Sangkuriang adalah anak kandungnya, supaya tidak terlaksana maka wanita tersebut memberi persyaratan untuk bisa meminangnya yaitu dengan membuat sebuah danau dan perahu besar dalam satu malam saja, akhirnya Sangkuriang menyanggupinya dan gagal.

Perahu yang setengah jadi itu ditendangnya oleh Sangkuriang dan lama kelamaan berubah menjadi gunung merapi yang sekarang disebut gunung Tangkuban Perahu.

Sangkuriang memohon permintaan ampun kepada sang Dewata atas semua perbuatannya ini.

JOKO TOLE

Seorang raja beranama Sri Baginda Brawijaya, memerintahkan kepada Empu Keleng untuk dibuatkannya pintu gerbang besi yang besar dan megah. Dan sudah satu tahunan Empu Keleng beserta temannya yang lain sudah mengerjakannya akan tetapi belum rampung juga pintu gerbang besinya.

Tenaga semakin berkurang dan Empu Keleng jatuh sakit dan tidak bisa melanjutkan perkerjaanya menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Sri Baginda Brawijaya. Lalu Empu Keleng mengirim berita kepada anak angkatnya yang bernama Jaka Tole. Ia segera menyusul Empu Keleng di Majapahit.

Didalam perjalanan melewati beberapa desa, Jaka Tole bertemu dengan seseorang berjubah hitam mengenakan ikat kepala. Lalu terjadi dialog antara Jaka Tole dengannya. Jaka Tole menceritakan tujuan ke Majapahit untuk menyelesaikan pekerjaan menyelesaikan pintu gerbang besi yang besar dan megah itu dalam sehari, kalau tidak terkena hukuman. Orang berjubah itu memberikan setengkai bunga dan disuruhnya Jaka Tole memakannya, nanti sesampai di Majapahit, bakarlah tubuhmu Jaka Tole nanti dari pusarmu akan keluar patrian untuk menyambung besi-besi pintu gerbang.

Kemudian Jaka Tole melanjutkan perjalannya ke Majapahit dan akhirnya sampai dan menemuni sang raja sri baginda Brawijaya. Lalu Jaka Tole berkesanggupan untuk membantu ayah angkatnya Empu Keleng dan menyelesaikan tugasnya membaut pintu besar besi yang besar dalam satu malam dan jika tidak selesai akan menerim hukuman.

Lalu Jaka Tole mengumpulan para pekerjanya, dan memberitahukan bahwasannya Jaka Tole mempunya patrian besi yang sangat hebat, yaitu dengan cara dibakarnya tubuh Jaka Tole dibagian pusarnya keluar cairan patrian yang bisa digunakan untuk menyelesaikan perampungan pintu besi. Dan dalam satu malam itu pekerja terselesaikan, pintu besar besi jadi. Raja Brawijaya sangat senang menyaksikan pintu gerbang itu. Kemudian Raja Brawijaya memberikan hadiah yang berupa perhiasan perak dan emas.

Mahesa Jenar

Di daerah Demak dan kawasan pantai utara lainnya, nama Mahesa Jenar dikenal sebagai seorang prajurit dari kerajaan Demak, yang melanglang buana mencari keris pusaka Naga Sasra dan Sabuk Inten yang hilang dari perbendaharaan kerajaan Demak.

Mahesa Jenar dianggap sebagai pendekar dan telah membantu proses transisi pemerintahan kerajaan dari Demak ke Pajang.

Mahesa Jenar adalah seorang prajurit pilihan, pengawal raja. Ia bertubuh tegap kekar, berdada bidang. Sepasang tangannya amat kokoh, begitu mahir mempermainkan segala macam senjata, bahkan benda apapun yang dipegangnya. Sepasang matanya yang dalam memancar dengan tajam sebagai pernyataan keteguhan hatinya, tetapi keseluruhan wajahnya tampak bening dan lembut.

Ia adalah kawan bermain Ki Ageng Sela pada masa kanak-kanaknya. Ki Ageng Sela inilah yang kemudian menjadi salah seorang guru dari Mas Karebet, yang juga disebut Jaka Tingkir, sebelum menduduki tahta kerajaan.

Meskipun mereka bukan berasal dari satu perguruan, tetapi karena persahabatan mereka yang karib, maka seringkali mereka berdua tampak berlatih bersama. Saling memberi dan menerima atas izin guru mereka masing-masing. Gerak Mahesa Jenar sedikit kalah cekatan dibanding dengan Sela yang menurut cerita adalah cucu seorang bidadari yang bernama Nawangwulan. Betapa gesitnya tangan Ki Ageng Sela, sampai orang percaya bahwa ia mampu menangkap petir.

Tetapi Mahesa Jenar lebih tangguh dan kuat. Dengan gerak yang sederhana, apabila dikehendaki ia mampu membelah batu sebesar kepala kerbau dengan tangannya. Apalagi kalau ia sengaja memusatkan tenaganyadengan ajian Sosro Bhirowo

PANGERAN SAMBER NYOWO -surakarta hadiningrat (solo)-

Pangeran Samber Nyawa yang merupakan cikal-bakal mulainya dinasti Mangkunegaran di Jawa Tengah ..

ayoo pada duduk rapi, sambil dengerin uro-uro .. mari kita mulai cerita kita ..

Setelah era Kerajaan Majapahit mengakhiri kekuasaannya menjelang abad ke 16, praktis percaturan politik Kerajaan Jawa yang ada dipegang oleh para raja baru dari dinasti Mataram sampai abad ke 18. Sebenernya orang-orang dinasti Mataram memang berasal dari dinasti Majapahit. Diantara abad itu kekuasaan pemerintahan penerus dinasti Hindu tidak kalah meluasnya dengan yang telah dilakukan oleh para leluhurnya. Dinasti Mataram termasuk juga didalamnya dinasti Mangkunegaran yang dipimpin dan dibangun oleh Pangeran Samber Nyawa (Pangeran Mangkunegoro I), mampu tampil menggoreskan sejarah nasional yang sama besar karismanya dengan yang telah dilakukan Majapahit.

Ajaran falsafah Tri Dharma dari tokoh pahlawan nasional Pangeran Samber Nyawa ini setidaknya telah menjadi ciri khas pula bagi Mataram. Ajaran kebaikan yang berisi tiga dasar perjuangan mulia dari tokoh pelestari citra baik dinasti Mataram ini, sekarang menjadi kebanggaan banyak orang.

Tiga dasar yang dimaksud adalah :
rumangsa melu handarbeni
wajib ikut memiliki

waji melu hangopeni
merasa ikut dipertahankan

mulat sarira hangrasa wani
setelah mawas diri, merasa berani untuk berbuat

Falsafah tiga dasar perjuangan Pangeran Mangkunegara I punya relevansi kuat untuk dijadikan sumber inspirasi bagi generasi masa kini dan mendatang dalam menunaikan darma bakti serta tugas-tugas nasional.

Konon menurut kabar berita, sebelum Pangeran Samber Nyawa menyambung pemerintahan dinasti Mataram lewat dinasti Mangkunegaran, tidak ada raja besar Mataram satu pun sebelumnya yang berhasil menandinginya, kecuali Sultan Agung Hanyokrokusumo.

Bagi Pangeran Samber Nyawa, ajaran kakek buyutnya, Sultan Agung, yang menanamkan suatu paham keras, bahwa tidak ada tempat yang layak bagi penjajah asing di tanah Jawa, begitu sangat mendalam dihayati dan diterapkan pada masa pemerintahannya. Raja Jawa yang senang bergerilya itu bahkan menjunjung tinggi serta menghormati ajaran-ajaran leluhur pendirii Mataram di dalam menunaikan tugas serta kewajibannya membela Mataram sampai akhir hayatnya.

Tahun 1726, pada hari Sabtu Wage tanggal 7 April, Raden Mas Said lahir dengan membawa berbagai tanda kelainan dan kelebihan yang mencolok.

Sejak kecil, Said anak Pangeran Ario Mangkunegoro telah memperlihatkan sikap serta tindak-tanduk yang mengagumkan banyak orang. Dia tidak suka dikekang serta berupaya mempertahankan pendapatnya sendiri manakala sedang melakukan debat kusir antara anak-anak sebaya di keraton. Tidak heran kakeknya, Sunan Amangkurat IV, sangat bertambah rasa cinta dan kasih sayangnya kepada cucu pertamanya ini. Said kecil sejak balita dan usia dini memang sudah menyandang tanda-tanda anehh dan tidak umum sebagaimana lazimnya anak-anak seusianya.

Keistimewaan yang daia bawa sejak lahir seakan telah memberi pertanda, bahwa Tuhan memang telah menurunkan seorang tokoh pejuang besar untuk menyingkirkan tindakan angkara murka yang telah lama disebarkan pihak Belanda di Indonesia.

Kehidupannya semenjak dari dalam kandungan sampai dengan lahir yang penuh dengan keprihatinan seakan-akan sudah menempa jiwa Raden Mas Said. Kesabaran ibu serta kakeknya berhasil mengatasi tanggungan derita serta sengsara hidup yang tiada tara perih dan pahitnya.

Ayahnya dibuang ke Ceylon oleh Belanda dan tidak ada kabar beritanya lagi sampai Mas Said besar. Pamannya yaitu Sunan Paku Buwono II, yang menjadi sumber keangkaramurkaan dan berhasil menyingkirkan posisi ayahnya dari dalam keraton atas bantuan Belanda, bagaimanapun juga tidak pernah dia benci sepanjang hidupnya. Amangkurat IV begitu sayang dan menambah cintanya kepada Mas Said kecil. Secara diam-diam dia berhasil menanamkan pendidikan yang baik ke dalam diri sang cucu. Secara diam-diam pula kelicikan Paku Buwono II terus diawasi oleh Amangkurat IV.Sepak terjang raja pengganti tahta Mataram itu selalu diawasi dan diupayakan agar jangan sampai menimbulkan hal yang tidak baik terhadap jiwa suci Said kecil. Kebencian Amangkurat IV kepada Paku Buwono II terus tertanam sementara dia sendiri secara rela dan penuh keikhlasan mengasuh sang cucu dengan sikap yang lebih dari anaknya sendiri. Namun demikian, kepada Said kecil, sang kakek tidak memanjakannya. Dia terus menanamkan pendidikan watak dan budi luhur yang tinggi agar cucunya mampu tampil sebagai manusia yang mandiri. Mas Saidh bahkan diharuskan oleh sang kakek untuk tetap mencintai serta menghormati Paku Buwono II sebagai raja dan paman. Tidak ada rasa benci atau dendam yang diajarkan atau dialirkan ke dalam tubuh Said kecil tsb. Bahkan, Paku Buwono II lambat laun akhirnya ikut menyayangi sang putra kemenakan yang kelak tanpa diduganya mampu menandingi pemerintahannya.

Paku Buwono II sendiri tidak menyangka atau menduga, Raden Mas Said setelah dewasa akan menjadi tokoh perang gerilya yang paling ditakuti Belanda, serta sanggup tampil sebagai raja dengan membangun dinasti baru.


0 komentar