Bayi bisa merasa bahwa apa yang diyakini orang lain tak selalu sama dengan kenyataan.


Walaupun bayi anda sangat pintar, dia mungkin tak dapat membaca pikiran anda, dia bahkan tidak tahu tentang itu. Penelitian baru mengindikasikan bahwa bayi berusia 7 bulan sensitif terhadap perspektif orang lain. Akan tetapi diperlukan lebih banyak studi untuk mendemonstrasikan apakah bayi benar-benar mengerti bahwa orang lain memiliki keyakinannya sendiri.

Studi baru yang dipublikasikan tanggal 24 Desember di jurnal Sains, memperkaya penelitian yang mengeksplor kapan manusia pertama kalinya mengembangkan kemampuan untuk menduga maksud dan perspektif orang lain, sebuah kemampuan kognitif yang diistilahkan sebagai "teori pikiran". Para ilmuwan sudah lama memperdebatkan apakah ini merupakan kemampuan lahiriah atau sesuatu yang muncul ketika otak bayi mengumpulkan informasi dan pengalaman.

Penelitian sebelumnya mengindikasikan bahwa anak-anak tak dapat membedakan antara apa yang diyakini orang lain dengan yang sebenarnya terjadi hingga mereka berumur 4 atau 5 tahun. Perkembangan ini dieksplor dalam eksperimen klasik di mana anak-anak melihat seorang boah Maxie menaruh cokelat ke dalam laci dapur. Maxie kemudia pergi, dan seseorang datang dan memindahkan cokelat tersebut ke lemari. Maxie kemudian kembali dan meminta cokelatnya. Anak-anak tersebut kemudian ditanya apakah Maxie akan pergi ke laci, tempat dia meletakkan cokelatnya, atau lemari, tempat cokelat itu benar-benar berada.

Anak-anak berumur 3 tahun mengatakan bahwa Maxie akan pergi ke laci, tutur spesialis perkembangan kognitif Josef Perner dari Universitas Salzburg, yang melakukan eksperimen Maxie di awal tahun 1980an. Walaupun Maxie tidak tahu cokelatnya berada di lemari, anak-anak berusia 3 tahun nampaknya tidak dapat mengerti bahwa tempat sebenarnya cokelat tersebut bukanlah di tempat yang dipikirkan Maxie. "Hanya sekitar 4 atau 5 anak menyadari bahwa dia tidak bertindak menurut dunia yang sebenarnya, tetapi bertindak menurut dunianya sendiri." Demikian seperti yang dikutip dari ScienceNews (23/12/10).

Studi yang baru melibatkan eksperimen serupa, juga menggunakan tes "keyakinan salah" yang bertujuan untuk mendapatkan apakah anak-anak memahami bahwa orang lain bisa memiliki keyakinan dalam pikiran mereka yang tidak sesuai dengan kenyataan. Bayi-bayi berusia 7 bulan menonton sebuah video tentang makhluk mirip smurf (karakter animasi) yang menempatkan sebuah bola di atas meja, yang menggelinding ke belakang sekat sehingga tak terlihat. Makhluk tersebut pergi, dan bolanya tetap atau bergerak lagi. Pada waktu makhluk tersebut kembali, sekatnya direndahkan yang menunjukkan apakah bolanya di sana. Kadang kala loakasi bolanya konsisten dengan apa yang dilihat makhluk tersebut, tapi kadang kala, sebagaimana dengan Maxie dan cokelatnya, makhluk tersebut memiliki keyakinan yang salah tentang lokasi bola tersebut, mengharapkan bola tersebut di tempat di mana makhluk itu terakhir kali melihatnya.

Bayi-bayi melihat pada layar lebih lama ketika dugaan makhluk tersebut tentang bola itu tidak cocok dengan lokasi bola sebenarnya, menurut laporan para peneliti. Hal ini mengindikasikan bahwa para bayi lebih muda dari 1 tahun mengerti tentang keyakinan orang lain, kata Ágnes Kovács dari Akademi Sains Hungaria di Budapest, yang memimpin penelitian tersebut.

Penelitian memang mengindikasikan bahwa para bayi memberikan atensi berbeda kepada orang daripada obyek, sebuah pandangan yang penting bagi pengembangan teori pikiran. "Banyak studi baru menunjukkan bahwa para bayi memiliki pemahaman yang lebih rumit tentang pikiran orang lain dari yang kita anggap," kata psikolog Alison Gopnik dari Universitas Calfornia, Berkeley. "Mereka memperlakukan orang secara spesial dari awal."

Akan tetapi mengambil kesimpulan tentang pikiran manusia yang belum bisa bicara dipenuhi dengan kesulitan, catatnya. Menggunakan cara berapa lama seorang bayi melihat pada sesuatu bisa merupakan metrik yang memperjelas tapi harus digabungkan dengan tes-tes tingkah laku, seperti seorang bayi juga meraih obyek-obyek tertentu, kata Gopnik.

Perner mencatat bahwa pada eksperimen Maxie, walaupun anak berumur 3 tahun menyampaikan bahwa Maxie akan ke lemari, mereka meluangkan beberapa waktu mencari ke laci, mungkin karena otak mereka mencoba untuk mengatasi pikiran-pikiran yang saling bertabrakan.

Dia dan lainnya menambahkan bahwa desain studi baru tersebut bisa saja lebih kuat. Sebagai contoh, eksperimen tersebut tidak menguji bagaimana para bayi akan bereaksi ketika melihat bola datang dan pergi tanpa kehadiran makhluk tersebut.

Masih saja, studi tersebut menyelidiki hal-hal penting, kata Perner. "Studi tersebut tetap menarik karena studi itu menunjukkan bahwa bayi yang sangat muda memberikan perhatian pada hal-hal yang benar."

0 komentar