(1). Lingkup Bahasan
Etnografi merupakan metode penelitian yang mempelajari bagaimana perilaku sosial dapat dideskripsikan sebagaimana adanya.
Spindler (1982:2) mengatakan bahwa ahli antropologi tanpa pengalaman etnografi adalah sama dengan seorang dokter bedah yang tidak tahu bagaimana menggunakan pisau bedahnya. Oleh karena itu, Spindler (1982:7) memberikan semacam pedoman umum untuk dapat melakukan penelitian etnografi pendidikan, sebagai berikut (Suparman, Parsudi, 1997:108):
  1. Pengamatan-pengamatan yang dilakukan harus kontekstual. Peristiwa-peristiwa yang signifikan harus dilihat dalam kerangka hubungan dengan setting (latar) yang sedang diteliti dalam konteks-konteks yang lebih luas dan yang terletak di luar setting tersebut.
  2. Hipotesis dan pertanyaan-pertanyaan untuk penelitian harus muncul sejalan dengan berlangsungnya penelitian yang dilakukan dan berada dalam setting untuk diamati. Ketentuan untuk memutuskan yang mana yang signifikan untuk dipelajari atau ditunda sampai tahap orientasi dari penelitian lapangan tersebut selesai dilalui, tergantung pada peneliti.
  3. Pengalaman berlangsung lama dan berulang-ulang. Rangkaian peristiwa-peristiwa harus diamati lebih dari satu kali.
  4. Pandangan warga setempat ( the native view), yaitu pandangan dari setiap orang yang terlibat dalam setting sosial mengenai kenyataan harus diungkapkan melalui inferensi-inferensi dari pengamatan dan melalui bentuk penelitian etnografi: wawancara, prosedur lain yang dipilih (meliputi sejumlah instrument) dan bahkan apabila perlu dapat menggunakan kuesioner walaupun harus dengan hati-hati.
  5. Pengetahuan sosial budaya yang dimiliki oleh mereka yang terlibat secara sosial, membuat kelakuan sosial dan komunikasi yang berlaku itu masuk akal bagi mereka dan bagi yang lain. Karena itu, salah satu utama tugas dalam etnografi adalah adalah memahami apa pengetahuan sosial budaya yang dimiliki mereka dan apa yang dibawa ke dalam dan digunakan untuk mendorong kegiatan-kegiatan di dalam setting sosial yang diteliti.
  6. Sejumlah instrument, kode-kode, jadwal, kuesioner, agenda untuk wawancara dan sebagainya, dimanfaatkan dalam penelitian di lapangan sebagai hasil dari pengamatan-pengamatan dan dari penelitian etnografi (dan bukan mendahului hasil-hasil pengamatan).
  7. Perspektif kebudayaan dari luar selalu ada, walaupun seringkali terwujud sebagai anggapan yang tidak dinyatakan. Dalam hal ini, ada variasi secara kebudayaan di dalam dimensi ruang dan waktu dan selalu dianggap sebagai kondisi alamiah dari manusia. Semua kebudayaan selalu mengadaptasi dirinya dengan situasi-situasi yang dihadapi dalam kehidupan para pendukungnya dan pola-pola kebudayaan memperlihatkan citi-ciri kesamaan maupun perbedaan-perbedaan.
  8. Sejumlah pengetahuan sosial budaya mempengaruhi kelakuan dan komunikasi dalam setiap setting tertentu yang diteliti, terwujud secara implicit atau tacit, tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang terlibat di dalam setting tersebut dan hanya secara bersama-sama diketahui oleh sejumlah orang lainnya. Sebuah tugas yang signifikan dari etnografi, yati bagaimana membuat sesuatu bersifat eksplisit dari yang bercorak implicit atau tacit oleh para informan yang berada dalam setting penelitian.
  9. Inquiry dan pengamatan harus dilakukan sedemikian rupa hingga hanya akan mengganggu sesedikit mungkin jalannya proses interaksi dan komunikasi dalam setting masyarakat yang diteliti.
  10. Karena informan (setiap orang yang diwawancarai) adalah orang yang memiliki emic (pandangan dari kebudayaan itu sendiri dalam hal ketegori-kategori dan makna-maknanya yang digunakan para pelaku dari setting yang diteliti), pengetahuan kebudayaan pribumi (dalam bergagai tingkat keanekaragaman kesadaran diri dan tingkat kemampuan artikulasinya), maka pewawancara etnografi tidak seharusnya menentukan sebelumnya respons-respons apa yang diharapkan harus diperolehnya dari macam pertanyaan yang diajukan.
  11. Setiap bentuk peralatan yang memungkinkan peneliti etnografi dapat memperoleh data yang lebuh banyak sebaiknya digunakan, seperti kamera foto, tape recorder dan kamera video (Suparlan, Parsudi, 1997:110).
(2).
Asumsi dan Sampel Penelitian Etnografi
    Model penelitian etnografi dapat dibuat empat kerangka yakni: (a) Induktif-deduktif, (b) Generatif-Verifikatif, (c) konstruktif-Enumeratif dan (d) Subjektif-Objektif.
    Mishler mengemukakan bahwa etnografi menekankan antara lain pada: digunakannya metode kualitatif dan analisis holistic.
    Peneliti etnografi dituntut untuk memahami secara mendalam konteks yang diteliti, tanpa membawa prakonsep atau praduga atau teori yang dimilikinya. Peneliti etnografi dianjurkan untuk mengkonstruksi konsepnya berdasarkan proses induktif atas pengalaman empirisnya, kemudian dikonstruksikan sesuai dengan cara memandang atau pola perilaku masyarakat yang dijadikan objek penelitiannya, bukan dikonstruksikan menurut teori peneliti sendiri. Peneliti etnografi berupaya mamasuki kaasan yang tak dekenalnya tanpa membuat generalisasi berdasarkan pengalaman sendiri.
(3).
jenis dan Kriteria Pengamatan Terlibat
    Menurut Suparlan, Parsudi (1996), Partisipasi dikelompokkan dengan istilah Partisipasi Pasif, Partisipasi Setengah-setengah dan Partisipasi aktif dan Partisipasi Penuh.
  • Keterlibatan yang Pasif
    Dalam kegiatan pengamatannya, peneliti tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para actor pelaku yang diamatinya dan peneliti juga tidak melakukan suatu bentuk interaksi sosial dengan pelaku yang diamatinya. Keterlibatan peneliti dengan para pelaku terwujud dalam bentuk keberadaannya dalam arena kegiatan yang diwujudkan oleh tindakan-tindakan pelakunya.
  • Keterlibatan Setengah-Setengah
    Dalam kegiatan pengamatannya, peneliti mengambil suatu kedudukan yang berada dalam dua hubungan struktural yang berbeda, yaitu antara struktur yang menjadi wadah bagi kegiatan0kegiatan yang diamati dengan struktur dimana peneliti sebagian dari dan menjadi pendukungnya. Dalam kedudukan demikian, peranannya adalah pengimbang antara peranan yang harus dimainkan di dalam struktur yang ditelitinya dengan struktur yang peneliti menjadi salah satu unsurnya.
  • Keterlibatan Aktif
    Dalam kegiatan pengamatannya, peneliti ikut mengerjakan apa yang dikerjakan oleh pelakunya dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukannya untuk dapat betul-betul memahami dan merasakan (menginternalisasikan) kegiatan-kegiatan dalam kehidupan mereka dan aturan-aturan yang berlaku serta pedoman-pedoman hidup yang mereka jadikan sandaran pegangan dalam melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.
  • Keterlibatan Penuh atau Lengkap
    Pada waktu ini, peneliti telah menjadi bagian dari kehidupan warga masyarakat yang ditelitinya. Dalam pengertian ini, dalam kehidupan warga masyarakat, kehadiran peneliti telah dianggap sebagai suatu "keharusan", dengan demikian peneliti telah mencapai pada suatu tahap keterlibatan yang penuh atau lengkap.
    Keterlibatan peneliti dalam kehidupan masyarakat yang diteliti hanya mungkin dapat dilakukan kalau peneliti tersebut diterima oleh masyarakat yang ditelitinya. Salah satu prasyarat untuk dapat diterima oleh masyarakat yang diteliti adalah kejujuran dalam menjelaskan siapa dirinya, dan member penjelasan tersebut dengan secara masuk akal. Untuk itu, maka cara yang penting adalah mengikuti tahap-tahap sebagai berikut (Suparlan, Parsudi, 1997:100).
  1. Menghubungi pejabat pemerintah setempat untuk memperoleh informasi dan dukungan yang ingin diadakan di masyarakat yang berbeda dalam wilayah kewenangannya. Dalam bahasa teknis, si pejabat ini dinamakan sebagai gate keeper atau penjaga pintu untuk masuk ke dalam lapangan penelitian.
  2. Bila izin atau dukungan tersebut diperoleh maka peneliti harus meminta bantuan pejabat tersebut untuk menunjukkan kepada warga masyarakat yang dapat dijadikan sebagai informan kunci, orang yang dapat menjadi guru bahasanya atau pemberi informasi yang pertama dan mendasar mengenai masyarakat dan kebudayaan yang akan ditelitinya, dan juga sebagai orang yang dapat memperkenalkannya kepada warga masyarakat tersebut.
  3. Peneliti waktu memasuki wilayah masyarakat yang ditelitinya, harus memperkenalkan diri, siapa dirinya, tujuan apa yang hendak dilakukan dalam rangka melakukan kegiatan-kegiatan dalam masyarakat tertentu. Langkah itu penting, agar masyarakat tahu apa yang dilakukan peneliti sehingga mereka tidak mencurigai apa yang dilakukan peneliti (misalnya memihak kepada salah satu fraksi, golongan politik, penguasa lokal, dan lain-lain).
(4). Pengamatan Terlibat sebagai Studi Etnografi, Menuju Pembentukan Ilmu Pengetahuan
    Dalam arti praktis, etnografi biasanya merujuk pada bentuk atau jenis penelian sosial dengan cirri-ciri sebagai berikut (Atkinson, Paul and Martin Hammersley, 248).
  • Penekan yang kuat pada penjajagan sifat dasar dari fenomena sosial tertentu ketimbang untuk menguji hipotesis.
  • Cenderung menangani data-data yang "tak berstruktur" (tidak tersusun menurut kategori analitis yang tertutup).
  • Analisis datanya menyangkut interpretasi eksplisit terhadap arti dan fungsi tindakan manusia (berupa deskripsi dan penjelasan verbal)di mana kuantifikasi dan analisis statistic hanya berperan untuk membantu.
(5). Tiga Pendekatan terhadap Penelitian dengan Pengamatan Terlibat
    Menurut Peter Reason (Denzin dan Lincoln, 1994:286) ada tiga pendekatan penelitian dengan pengamatan terlibat:
    Pertama: Orientasi dari tradisi penelitian dengan dengan pengamatan terlibat berawal dengan perhatian pada kekuasaan dan ketakberdayaan dan bertujuan untuk mengadakan konfrontasi terhadap cara yang digunakan demi kepentingan elemen-elemen masyarakat yang mapan dan pemegang kekuasaan seluruh dunia, karena mereka memegang monopoli atas definisi dan penerapan pengetahuan. Perhatian penelitian pengamatan melibat selanjutnya adalah pada masalah epistemology dan metodologi.
    Kedua: Titik pangkal pengamatan melibat adalah pada pengalaman hidup masyarakat dan idea tau gagasan bahwa lewat pengalaman actual terhadap sesuatuhal, peneliti dapat mengerti esensi secara intuitif, peneliti kemudian merasakan, menikmati dam memahami realitasnya. Jadi dalam penelitian ini, pengetahuan dan pengalaman orang atau masyarakat (biasanya kelompok masyarakat tertindas) diakui dan dihargai langsung, sehingga strategi penelitian partisipatif memiliki tujuan ganda: (1) Menghasilkan pengetahuan dan tindakan yang berguna langsung bagi sekelompok orang melalui penelitian, pendidikan orang dewasa dan tindakan aksi sosiopolitik. (2) Memberdayakan masyarakat di level kedua, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana masyarakat dapat berkembang melalui pembentukan dan pemanfaatan pengetahuan mereka sendiri.
    Ketiga: Titik tolak pengamatan melibat adalah pada komitmen otentik. Participatory Action Research (PAR) menghargai proses kolaborasi yang sejati yang "berakar dalam kebudayaan masyarakat biasa atau umum, yang kaya dengan perasaan dan sikap alami yang altruistic, kooperatif dan komunal dan yang paling penting memiliki dasar yang demokratis".

0 komentar