Seperti yang diberitakan oleh berbagai media online, ternyata hutan bakau, yang jumlahnya telah menurun hingga setengah selama 50 tahun terakhir, merupakan sekat penting terhadap perubahan iklim, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian baru untuk pertama kalinya.
Pengrusakan hutan pesisir pantai ini mengakibatkan 10 persen emisi karbon dioksida dari deforestasi, yang merupakan sumber terbesar CO2 kedua setelah pembakaran bahan bakar fosil, menurut temuan studi tersebut.
Lebih sedikit pohon tak hanya berarti bahwa lebih kurang CO2 yang diserap dari udara, tapi juga pelepasan stok karbon yang telah terakumulasi di sedimen perairan dangkal selama ribuan tahun.
Pohon-pohon bakau dengan akar khasnya yang menghiasi garis-garis pantai di lebih dari 100 negara, memberikan banyak manfaat bagi manusia yang hidup di sekitarnya.
Perairan payau tempat pohon-pohon tersebut tumbuh dengan subur merupakan kebun bibit bagi banyak spesies ikan dan udang yang esensial bagi industri penangkapan ikan komersial di seluruh dunia.
"Layanan ekosistem" lainnya dari hutan bakau dalam sains lingkungan ialah perlindungan dari badai dan topan.
Topan Nargis, yang menewaskan 138.000 orang di Myanmar pada tahun 2008, menurut para ahli akan sedikit lebih mematikan apabila setengah hutan bakau negara tersebut tidak ditebang untuk diambil kayunya atau untuk membuat tambak udang.
Daniel Donato dari the US Department of Agriculture's Forest Service di Hilo, Hawaii dan tim peneliti internasional meneliti kandungan karbon dalam 25 hutan bakau yang terbentang di sepanjang wilayah Indo-Pasifik.
Pohon-pohon tersebut menyimpan CO2 atmosfer seperti hutan-hutan tropis di daratan, menurut temuan mereka. Di bawah permukaan air, bakau bahkan lebih efisien, menimbun lima kali lebih banyak karbon pada wilayah permukaan yang sama.
"hutan bakau merupakan salah satu hutan paling kaya karbon di daerah tropis," demikian yang disampaikan oleh Donato dan para koleganya dalam studi tersebut yang dipublikasikan di Nature Geoscience.
"Data kami menunjukkan bahwa pembahasan mengenai peran kunci hutan-hutan basah tropis dalam perubahan iklim bisa diperluas secara signifikan untuk mengikutsertakan hutan bakau."
Dalam komentar pendukungnya, Steven Bouillon dari Katholieke Universiteit Leuven di Belgia mengatakan persediaan karbon yang ditemukan oleh studi tersebut "menyediakan suatu pendorong kuat untuk mempertimbangkan ekosistem hutan bakau sebagai wilayah prioritas untuk pelestarian alam."
Pengrusakan hutan pesisir pantai ini mengakibatkan 10 persen emisi karbon dioksida dari deforestasi, yang merupakan sumber terbesar CO2 kedua setelah pembakaran bahan bakar fosil, menurut temuan studi tersebut.
Lebih sedikit pohon tak hanya berarti bahwa lebih kurang CO2 yang diserap dari udara, tapi juga pelepasan stok karbon yang telah terakumulasi di sedimen perairan dangkal selama ribuan tahun.
Pohon-pohon bakau dengan akar khasnya yang menghiasi garis-garis pantai di lebih dari 100 negara, memberikan banyak manfaat bagi manusia yang hidup di sekitarnya.
Perairan payau tempat pohon-pohon tersebut tumbuh dengan subur merupakan kebun bibit bagi banyak spesies ikan dan udang yang esensial bagi industri penangkapan ikan komersial di seluruh dunia.
"Layanan ekosistem" lainnya dari hutan bakau dalam sains lingkungan ialah perlindungan dari badai dan topan.
Topan Nargis, yang menewaskan 138.000 orang di Myanmar pada tahun 2008, menurut para ahli akan sedikit lebih mematikan apabila setengah hutan bakau negara tersebut tidak ditebang untuk diambil kayunya atau untuk membuat tambak udang.
Daniel Donato dari the US Department of Agriculture's Forest Service di Hilo, Hawaii dan tim peneliti internasional meneliti kandungan karbon dalam 25 hutan bakau yang terbentang di sepanjang wilayah Indo-Pasifik.
Pohon-pohon tersebut menyimpan CO2 atmosfer seperti hutan-hutan tropis di daratan, menurut temuan mereka. Di bawah permukaan air, bakau bahkan lebih efisien, menimbun lima kali lebih banyak karbon pada wilayah permukaan yang sama.
"hutan bakau merupakan salah satu hutan paling kaya karbon di daerah tropis," demikian yang disampaikan oleh Donato dan para koleganya dalam studi tersebut yang dipublikasikan di Nature Geoscience.
"Data kami menunjukkan bahwa pembahasan mengenai peran kunci hutan-hutan basah tropis dalam perubahan iklim bisa diperluas secara signifikan untuk mengikutsertakan hutan bakau."
Dalam komentar pendukungnya, Steven Bouillon dari Katholieke Universiteit Leuven di Belgia mengatakan persediaan karbon yang ditemukan oleh studi tersebut "menyediakan suatu pendorong kuat untuk mempertimbangkan ekosistem hutan bakau sebagai wilayah prioritas untuk pelestarian alam."
0 komentar